Category Archives: Berita Kecerdasan Buatan (AI)

https://mezzojane.com

DeepSeek di Bawah Pengawasan Ketat, Kekhawatiran Kebocoran Data Meningkat

Setelah meraih popularitas besar pada Januari lalu berkat peluncuran model AI terbuka R1, perusahaan rintisan DeepSeek kini berada di bawah pengawasan ketat pemerintah China. Beberapa laporan menyebutkan bahwa sejumlah karyawan DeepSeek menghadapi pembatasan perjalanan ke luar negeri, dengan paspor mereka ditahan oleh perusahaan induknya, High-Flyer, sebuah firma hedge fund kuantitatif. Langkah ini diambil setelah pemerintah China meminta para peneliti AI untuk membatasi perjalanan ke Amerika Serikat guna menghindari kebocoran rahasia dagang.

DeepSeek menjadi salah satu chatbot AI yang paling banyak diunduh di App Store dan Play Store, menawarkan fitur analisis file, pencarian informasi berbasis web, serta sinkronisasi riwayat obrolan di berbagai perangkat. Namun, meningkatnya popularitas aplikasi ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait keamanan data. Sistem DeepSeek diketahui menyimpan data pengguna di server yang berlokasi di China, sehingga memunculkan spekulasi mengenai kemungkinan akses pemerintah terhadap informasi tersebut.

Sebagai respons atas potensi risiko ini, ratusan perusahaan di berbagai negara telah melarang penggunaan DeepSeek di lingkungan kerja. Menurut laporan Nadir Izrael dari perusahaan keamanan siber Armis Inc, sekitar 70 persen kliennya telah mengajukan pemblokiran akses terhadap chatbot ini. Netskope Inc, penyedia layanan keamanan internet, juga melaporkan bahwa lebih dari 52 persen kliennya telah menerapkan kebijakan serupa.

DeepSeek kini menjadi alternatif bagi ChatGPT dengan model V3 buatan China yang semakin populer. Namun, di tengah lonjakan pengguna, isu keamanan dan intervensi pemerintah China menjadi tantangan besar bagi perusahaan ini di tingkat global.

Blackbox AI: Solusi Canggih untuk Membantu Developer dalam Menulis Kode

Blackbox AI adalah asisten berbasis kecerdasan buatan yang dirancang untuk memudahkan para developer dalam menulis kode, memahami sintaks, serta menyelesaikan berbagai permasalahan pemrograman. Dengan kemampuannya dalam membaca pola coding yang sedang diketik, alat ini dapat memberikan rekomendasi yang relevan guna membantu penyelesaian atau optimalisasi kode secara lebih efisien.

Teknologi ini sering dibandingkan dengan GitHub Copilot karena menawarkan fitur auto-complete yang cerdas. Namun, Blackbox AI memiliki keunggulan tersendiri yang membuatnya semakin populer di kalangan programmer. Salah satu fitur unggulannya adalah auto-complete berbasis AI yang memungkinkan pengguna menulis kode lebih cepat dengan saran yang sesuai. Selain itu, alat ini juga memiliki fitur pencarian kode berbasis AI-powered search, sehingga pengguna dapat menemukan contoh kode hanya dengan memasukkan deskripsi sederhana.

Keunggulan lainnya adalah dukungan terhadap berbagai bahasa pemrograman seperti Python, JavaScript, Java, C++, PHP, dan Go, membuatnya fleksibel untuk berbagai kebutuhan pengembangan. Blackbox AI juga menawarkan fitur unik berupa kemampuan menyalin kode langsung dari video YouTube, sehingga pengguna tidak perlu lagi menghentikan video untuk menyalin kode secara manual.

Platform ini kompatibel dengan berbagai IDE populer seperti Visual Studio Code, JetBrains, dan Jupyter Notebook, memungkinkan developer menggunakannya di lingkungan coding favorit mereka. Keberadaannya sangat membantu dalam menghemat waktu, mengurangi kesalahan pemrograman, serta meningkatkan produktivitas, terutama bagi pemula yang sedang belajar coding.

Tersedia dalam versi gratis dan premium, Blackbox AI memberikan akses fitur dasar seperti auto-complete dan pencarian AI-powered secara cuma-cuma. Namun, bagi pengguna yang menginginkan fitur lebih lengkap seperti pencarian kode tingkat lanjut dan integrasi penuh, tersedia paket berbayar dengan lebih banyak keuntungan. Dengan berbagai fitur unggulan yang ditawarkannya, Blackbox AI menjadi solusi ideal bagi developer yang ingin meningkatkan efisiensi dalam menulis kode.

Kuliah AI di Unesa? Kini Bisa Lewat SNBT dan Jalur Mandiri

Universitas Negeri Surabaya (Unesa) kembali menunjukkan komitmennya untuk berinovasi dengan membuka program studi (Prodi) baru yang akan mempersiapkan para mahasiswa untuk menghadapi perkembangan teknologi yang semakin pesat. Kali ini, Unesa menghadirkan Prodi S1 Kecerdasan Artifisial (Artificial Intelligence/AI) yang berada di bawah Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Program ini bisa dipilih melalui berbagai jalur penerimaan mahasiswa baru, termasuk Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT), jalur golden ticket, dan mandiri.

Koordinator Prodi S1 Kecerdasan Artifisial Unesa, Elly Matul Imah, menjelaskan bahwa program ini dirancang untuk mempelajari berbagai aspek terkait pengembangan sistem cerdas yang mampu meniru kemampuan manusia. Dalam prodi ini, mahasiswa akan dibekali dengan berbagai keterampilan dalam bidang pembelajaran mesin, deep learning, sains kognitif, visi komputer, pemrosesan bahasa alami, analisis big data, hingga robotika dan green computing.

“Perkuliahan di prodi ini mengombinasikan teori dan praktik, dengan pendekatan yang mencerminkan visi dan keunggulan Unesa, terutama dalam bidang techno-edupreneurship dan cognitive science,” ujar Elly, pada Selasa, 11 Maret 2025. Prodi S1 Kecerdasan Artifisial Unesa dapat dipilih melalui jalur golden ticket yang dibuka pada 10 Maret – 4 April 2025, jalur SNBT pada 11-27 Maret 2025, dan jalur mandiri Unesa.

Program ini dihadirkan sebagai respons terhadap kebutuhan masyarakat dan industri yang semakin bergantung pada kecerdasan artifisial dalam berbagai sektor. Dengan adanya prodi ini, Unesa berharap dapat melahirkan para profesional yang siap berkontribusi dalam perkembangan teknologi AI yang pesat. “Prodi ini merupakan salah satu yang paling dibutuhkan saat ini dan memiliki prospek yang sangat baik untuk masa depan,” tambah Elly.

Di dalam kurikulum Prodi S1 Kecerdasan Artifisial Unesa, mahasiswa akan mempelajari sejumlah topik yang sangat relevan dengan perkembangan teknologi saat ini, seperti Sains Neuro Kognitif, Machine Learning, Cloud Computing, Natural Language Processing, Bioinformatika, hingga Quantum Computing. Pendekatan perkuliahan di prodi ini juga sangat beragam, mulai dari project-based learning (PjBL), case method, hingga praktikum yang diikuti dengan magang industri atau riset untuk mengasah keterampilan mahasiswa dalam konteks dunia nyata.

Lulusan dari Prodi S1 Kecerdasan Artifisial Unesa akan memiliki berbagai pilihan karir yang menjanjikan, seperti:

  • AI/ML Analyst atau Engineer: Profesional yang ahli dalam pengolahan data dan pengembangan model AI untuk sistem bisnis.
  • AI Digital Entrepreneur: Inovator yang menciptakan solusi digital disruptif berbasis kecerdasan buatan dengan nilai bisnis tinggi.
  • AI Neuro-Cognition Analyst: Analis yang mengintegrasikan ilmu saraf dan psikologi dengan machine learning untuk memahami proses kognitif dan memberikan solusi bagi kesehatan mental.
  • Data Intelligence Analyst atau Engineer: Profesional yang mampu merancang infrastruktur data berbasis AI untuk mengelola pengumpulan, penyimpanan, dan pemrosesan data dalam skala besar.

Dengan adanya Prodi S1 Kecerdasan Artifisial ini, Unesa semakin mempertegas peranannya dalam mencetak lulusan yang tidak hanya kompeten, tetapi juga inovatif dan siap menghadapi tantangan teknologi masa depan. “Kami yakin program ini akan sangat bermanfaat bagi mahasiswa dan masyarakat yang ingin berkarir di industri yang berbasis pada teknologi terkini,” tutup Elly.

Manus AI: Terobosan Teknologi yang Mengubah Lanskap Kecerdasan Buatan

Manus AI resmi diperkenalkan pada 6 Maret 2025 dan langsung menarik perhatian dunia, terutama bagi kalangan yang mengikuti perkembangan AI. Sistem ini dianggap sebagai lompatan besar dalam dunia kecerdasan buatan karena kemampuannya untuk bekerja secara mandiri tanpa campur tangan manusia, menyelesaikan tugas-tugas kompleks dengan efisiensi tinggi. Berbeda dengan AI tradisional, Manus dapat secara otomatis menganalisis data, menyesuaikan tindakannya secara real-time, dan memberikan hasil yang sangat dipersonalisasi bagi penggunanya.

Keunggulan utama yang dimiliki Manus AI mencakup otonomi penuh dalam menjalankan tugas, kemampuan bekerja di berbagai bidang seperti analisis keuangan, penyaringan kandidat kerja, hingga pencarian properti, serta operasional yang berjalan di latar belakang tanpa perlu pemantauan langsung dari pengguna. Dalam penyaringan resume, misalnya, Manus AI tidak hanya memberikan peringkat kandidat tetapi juga menilai relevansi keterampilan dengan tren industri saat ini. Dalam pencarian apartemen, sistem ini mampu mempertimbangkan berbagai faktor seperti tingkat kejahatan, harga pasar, hingga kondisi lingkungan sebelum memberikan rekomendasi terbaik.

Keberadaan Manus AI memicu diskusi luas mengenai etika dan privasi, serta dampaknya terhadap pasar kerja. Banyak pihak menilai bahwa teknologi ini membawa revolusi besar, tetapi di sisi lain juga memunculkan kekhawatiran akan implikasinya terhadap berbagai sektor industri. Pada 11 Maret 2025, Manus AI mengumumkan kolaborasi strategis dengan Alibaba, di mana model AI open-source Qwen akan digunakan untuk mengintegrasikan fungsionalitas Manus ke dalam ekosistem teknologi Tiongkok. Langkah ini menambah persaingan dalam perlombaan supremasi AI global, terutama antara negara-negara Barat dan Tiongkok.

Meskipun masih dalam tahap pengujian terbatas, Manus AI diprediksi akan menjadi agen kecerdasan buatan yang mampu merevolusi banyak industri. Namun, tantangan terkait regulasi, keamanan data, serta penerimaan publik masih menjadi faktor krusial yang akan menentukan bagaimana teknologi ini berkembang di masa depan. Manus AI membuka babak baru dalam dunia kecerdasan buatan, menghadirkan kemungkinan yang sebelumnya hanya ada dalam imajinasi.

Indosat Optimalkan AI untuk Efisiensi Jaringan dan Hemat Triliunan Rupiah

PT Indosat Tbk (ISAT) semakin mengandalkan kecerdasan buatan (AI) dalam pengelolaan jaringan telekomunikasi mereka. Dengan penerapan AI, perusahaan berhasil mengoptimalkan pembangunan jaringan secara lebih tepat guna sekaligus menghemat biaya hingga Rp3 triliun–Rp4 triliun.

Vikram Sinha, selaku President Director & CEO Indosat Ooredoo Hutchison, mengungkapkan bahwa sejak Agustus 2024, perusahaan telah mengimplementasikan AI dalam sistem baru yang terintegrasi ke seluruh organisasi, termasuk dalam strategi penggelaran jaringan. Langkah ini berdampak signifikan pada efisiensi belanja modal (capex), di mana dari total anggaran Rp13 triliun, Indosat hanya menggunakan sekitar Rp9 triliun–Rp10 triliun.

Pada tahun 2024, ISAT mengalokasikan Rp9,93 triliun untuk pengembangan jaringan seluler dan teknologi digital berbasis AI. Sebagian besar, yakni 82,7% dari anggaran tersebut, difokuskan untuk sektor jaringan seluler, sementara sisanya digunakan untuk pengembangan layanan multimedia, komunikasi data, internet (MIDI), dan teknologi informasi. Indosat juga mengoperasikan Digital Intelligence Operations Center (DIOC) yang menggabungkan fungsi Network Operations Center (NOC) dan Service Operations Center (SOC). Dengan teknologi AI, DIOC mampu meningkatkan efisiensi operasional serta mempercepat respons terhadap permasalahan pelanggan.

Selain itu, ISAT menerapkan hiper-personalisasi berbasis AI untuk memahami kebiasaan pengguna dan memprediksi kebutuhan mereka. Perusahaan juga mengembangkan AI Factory yang dikelola oleh anak usahanya, Lintasarta. Namun, meskipun Indosat menunjukkan perkembangan teknologi yang pesat, harga saham ISAT mengalami penurunan. Pada perdagangan Selasa (11/3), harga saham ISAT turun 1,62% dari Rp1.560 menjadi Rp1.515 per lembar. Dalam sebulan terakhir, saham ISAT telah merosot 6,77%, dan dalam enam bulan terakhir, penurunannya mencapai 44,02%.

Canggih! Bigbox AI Telkom Bisa Tangkal Serangan Siber Lebih Cepat

Perkembangan teknologi semakin pesat, begitu pula dengan ancaman siber yang semakin kompleks. Untuk menghadapi tantangan ini, BigBox AI dari Telkom memperkenalkan Anomaly Detection AI, sebuah solusi berbasis kecerdasan buatan (AI) yang dirancang untuk mendeteksi dan merespons ancaman siber dengan lebih cepat dan akurat. Teknologi ini diharapkan menjadi benteng pertahanan utama dalam menjaga keamanan sistem digital dari berbagai serangan berbahaya.

Anomaly Detection AI: Solusi Deteksi Ancaman Real-Time

EVP Digital Business & Technology Telkom, Komang Budi Aryasa, menjelaskan bahwa Anomaly Detection AI memiliki kemampuan untuk menganalisis data secara real-time. Sistem ini dapat memantau pola aktivitas yang mencurigakan dan segera memberikan peringatan jika ada anomali yang berpotensi membahayakan keamanan siber. Dengan kecepatan respons yang tinggi, langkah mitigasi dapat segera diambil sebelum ancaman berkembang lebih jauh.

Keunggulan utama dari teknologi ini adalah kemampuannya dalam mengolah data berkualitas tinggi untuk melatih algoritma AI. Data yang digunakan mencakup berbagai skenario ancaman siber, termasuk rekaman serangan sebelumnya, log keamanan jaringan, hingga interaksi sistem yang umum terjadi. Dengan pendekatan berbasis data ini, Anomaly Detection AI mampu mengenali pola serangan dan merespons dengan tindakan yang tepat.

Pembelajaran dari Kasus Serangan Siber di Dunia

Penerapan AI dalam keamanan siber telah terbukti efektif di berbagai sektor. Salah satu contohnya adalah kasus yang dialami sebuah perusahaan pertanian di Amerika Serikat pada tahun 2020, yang berhasil mendeteksi serangan ransomware berkat sistem AI yang dikonfigurasikan dalam mode pasif. Meskipun tidak secara otomatis memblokir serangan, sistem AI tetap mampu merekomendasikan pemblokiran lalu lintas Command and Control (C2) yang berbahaya, sehingga mencegah dampak yang lebih besar terhadap perusahaan tersebut.

Dukungan Telkom untuk Sektor Vital dengan AI

Selain digunakan dalam sektor keamanan, Telkom juga terus mengembangkan solusi AI untuk berbagai industri penting, termasuk sektor finansial. BigBox AI berperan dalam membantu bank meningkatkan keamanan transaksi digital serta melindungi data nasabah dari ancaman pencurian atau peretasan. Dengan meningkatnya jumlah transaksi online, keamanan siber menjadi prioritas utama bagi industri keuangan, dan AI dapat menjadi solusi yang efektif untuk memastikan perlindungan data secara optimal.

Sebagai bentuk komitmen terhadap keamanan data, BigBox AI Telkom telah mengantongi sertifikasi ISO 27701:2019 dan ISO 27001:2022. Kedua sertifikasi ini menunjukkan bahwa sistem AI Telkom telah memenuhi standar global dalam manajemen privasi dan keamanan informasi.

“Telkom melalui BigBox AI telah meraih dua sertifikasi ISO yang memastikan keamanan informasi dan perlindungan data pribadi sesuai dengan regulasi global. Pencapaian ini menegaskan komitmen kami dalam menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan berkelanjutan,” ujar Komang Budi Aryasa dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (11/3/2025).

BigBox AI, Pilar Keamanan Digital Masa Depan

Dengan teknologi yang semakin berkembang, serangan siber pun menjadi lebih canggih dan sulit dideteksi. Oleh karena itu, solusi berbasis AI seperti Anomaly Detection AI dari BigBox AI menjadi kebutuhan mendesak bagi perusahaan, institusi, dan bahkan masyarakat umum.

Ke depannya, Telkom akan terus berinovasi dalam pengembangan teknologi AI guna menciptakan ekosistem digital yang lebih aman dan terpercaya. Dengan pendekatan berbasis AI, keamanan siber dapat ditingkatkan secara proaktif, sehingga berbagai sektor industri dapat beroperasi dengan lebih aman tanpa takut terhadap ancaman siber yang merugikan.

AI sebagai Kunci Penguatan Ekonomi, Tantangan dan Solusi di Indonesia

Kecerdasan buatan (AI) berpotensi besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dengan meningkatkan produktivitas di berbagai sektor. Sekretaris Jenderal Partnership Kolaborasi, Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (Korika), Sri Safitri, menekankan bahwa AI dapat mempercepat otomatisasi di industri manufaktur dan logistik, serta meningkatkan efisiensi dalam rantai pasok dan sektor pertanian. Selain itu, AI juga mendorong inovasi produk dan layanan serta membuka peluang penciptaan lapangan kerja baru.

Namun, penerapan AI di Indonesia masih menghadapi sejumlah kendala, salah satunya adalah keterbatasan sumber daya manusia yang memahami teknologi ini. Saat ini, hanya dua universitas di Indonesia yang menawarkan program studi khusus AI, menunjukkan masih minimnya dukungan dari institusi pendidikan formal. Infrastruktur digital juga menjadi tantangan, di mana kecepatan internet belum merata dan pusat data masih terpusat di kota-kota besar.

Selain itu, pendanaan riset dan pengembangan masih tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, dan Filipina. Regulasi terkait keamanan siber, perlindungan data publik, serta etika AI juga belum matang, sehingga perlu adanya kebijakan yang lebih komprehensif. Untuk mengatasi berbagai kendala ini, pemerintah diharapkan berkolaborasi dengan industri dalam riset dan inovasi AI, serta menyusun regulasi yang mendukung perkembangan teknologi ini. Peningkatan kualitas sumber daya manusia juga menjadi prioritas, baik melalui program pelatihan di sekolah dan universitas maupun beasiswa untuk studi di bidang AI.

Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan, Insaf Albert Tarigan, mengakui bahwa regulasi memiliki peran krusial dalam mendukung perkembangan AI di Indonesia. Dengan langkah-langkah strategis yang tepat, AI dapat menjadi pendorong utama dalam transformasi ekonomi digital di Tanah Air.

AI dan Seni: Kreativitas atau Pelanggaran Hak Cipta?

Perkembangan kecerdasan buatan dalam dunia seni menimbulkan dilema etis dan hukum. Apakah karya berbasis AI bisa disebut seni sejati? Apakah AI sekadar alat atau bisa dianggap sebagai kreator? Dan bagaimana dengan hak cipta dari karya-karya yang digunakan sebagai referensi oleh AI? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi topik utama dalam diskusi bertajuk “Hak Cipta dan Filosofi AI” yang diadakan di Taman Ismail Marzuki pada 7 Maret 2025. Acara yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta bersama Jakarta Poetry Slam dan Kongsi 8 ini mengundang berbagai narasumber, termasuk seniman, akademisi, dan ahli hukum.

Saras Dewi, penulis sekaligus dosen filsafat Universitas Indonesia, menyoroti risiko pelanggaran hak cipta dalam seni berbasis AI. Ia mengungkapkan bahwa banyak laporan menunjukkan AI generatif sering kali beroperasi di atas data yang diperoleh tanpa izin. Meski mengakui kecerdasan buatan memiliki potensi besar, Saras mengingatkan agar masyarakat tetap kritis dan tidak hanya terpesona oleh kemampuannya. Di sisi lain, seniman asal Bali, Jemana Murti, melihat AI sebagai alat yang bisa membantu proses kreatif, bukan sebagai ancaman. Ia berhasil memanfaatkan AI sebagai mitra dalam berkarya, membuktikan bahwa teknologi dapat dimanfaatkan dengan cara yang positif.

Riri Satria, dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, menegaskan bahwa AI hanya bisa menggantikan manusia ketika kualitas berpikir manusia menurun. Ia menyarankan seniman untuk terus berkarya dan mengikuti perkembangan zaman. Menurutnya, keresahan terhadap AI harus diungkapkan agar dapat menemukan gaungnya sendiri dalam masyarakat. Namun, ia juga mengingatkan bahwa masa depan AI masih sulit diprediksi, dan kompleksitasnya bisa berkembang hingga menyaingi kemampuan otak manusia.

Di sisi hukum, pengacara hak cipta Dimaz Prayudha menyoroti tantangan dalam mengawasi penggunaan AI generatif dalam seni. Banyak pengguna AI tidak dapat mengontrol sumber referensi yang digunakan dalam proses kreatifnya, sehingga sulit memastikan apakah sebuah karya AI melanggar hak cipta atau tidak. Menurutnya, jika seorang seniman secara tegas menolak karyanya digunakan untuk melatih AI, maka ia berhak menuntut baik pengguna AI yang memberi instruksi maupun perusahaan yang mengembangkan teknologi tersebut. Dengan berbagai aspek yang masih belum terjawab, perdebatan mengenai AI dan hak cipta tampaknya akan terus berlanjut di masa mendatang.

Microsoft Percepat Langkah di AI, Siap Saingi OpenAI dengan Model Sendiri

Microsoft semakin agresif dalam mengembangkan teknologi kecerdasan buatan (AI) demi bersaing dengan OpenAI, mitra jangka panjangnya. Perusahaan ini tengah merancang model AI canggih untuk mendukung produk seperti chatbot Copilot serta mencari alternatif teknologi AI yang lebih mandiri. Menurut laporan dari Tech Crunch, Microsoft telah menciptakan model AI penalaran yang mampu menandingi model OpenAI seperti o1 dan o3-mini. Ketegangan antara kedua perusahaan meningkat setelah OpenAI menolak permintaan Microsoft untuk memperoleh detail teknis mengenai cara kerja model o1.

Selain itu, Bloomberg mengungkapkan bahwa Microsoft telah mengembangkan serangkaian model AI bernama MAI yang diyakini mampu bersaing dengan teknologi OpenAI. Perusahaan ini bahkan mempertimbangkan untuk menyediakan model tersebut melalui API pada akhir tahun. Secara bersamaan, Microsoft juga sedang menguji berbagai alternatif AI dari xAI, Meta, Anthropic, dan DeepSeek untuk dijadikan opsi pengganti OpenAI dalam teknologi Copilot. Meskipun telah menginvestasikan sekitar 14 miliar dolar AS (Rp228,1 triliun) di OpenAI, Microsoft tetap berusaha memperluas strategi pengembangannya. Salah satu langkahnya adalah dengan merekrut Mustafa Suleyman, salah satu pendiri DeepMind dan Inflection, untuk memimpin divisi pengembangan AI.

Untuk mendukung ambisi AI-nya, Microsoft telah mengalokasikan 80 miliar dolar AS (sekitar Rp1,3 kuadriliun) dalam anggaran fiskal 2025 guna membangun pusat data khusus AI. Infrastruktur ini dirancang untuk melatih model AI serta mendukung berbagai aplikasi berbasis kecerdasan buatan dan layanan cloud di seluruh dunia. Menurut Brad Smith, Wakil Ketua dan Presiden Microsoft, lebih dari setengah dari anggaran tersebut akan digunakan di Amerika Serikat. Dalam sebuah pernyataan, Smith menegaskan bahwa AI akan menjadi teknologi transformasional yang mendorong inovasi serta meningkatkan produktivitas di berbagai sektor ekonomi di masa depan.

Membongkar “Data Wall”: Tantangan di Balik Demokratisasi AI

Dalam perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang semakin pesat, muncul tantangan besar yang dikenal sebagai “data wall”—penghalang akses terhadap data berkualitas yang hanya dikuasai oleh segelintir pihak. Fenomena ini semakin relevan seiring dengan tren distilasi AI yang bertujuan menciptakan model lebih efisien, tetapi tetap membutuhkan data berkualitas tinggi yang dikuasai oleh raksasa teknologi seperti Google, Meta, dan Microsoft. Konsentrasi kepemilikan data ini menciptakan ketimpangan yang menghambat inovasi bagi pengembang independen, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Selain itu, pembatasan lisensi data oleh platform digital semakin memperkuat eksklusivitas akses, membentuk dinding hukum yang menghambat penelitian AI terbuka.

Indonesia menghadapi tantangan tambahan dalam bentuk infrastruktur data yang masih tertinggal, mengakibatkan keterbatasan dalam pengumpulan dan pengolahan data berkualitas tinggi. Ketimpangan ini semakin diperparah oleh dominasi model AI yang dilatih dengan data berbahasa Inggris, menyebabkan performa yang lemah dalam memahami bahasa Indonesia dan bahasa daerah lainnya. Jika tidak diatasi, situasi ini dapat memperkuat ketergantungan pada teknologi asing dan menciptakan bentuk baru kolonialisme digital, di mana Indonesia hanya menjadi penyedia data tanpa menikmati manfaat ekonomi yang setimpal.

Menghadapi tantangan ini, Indonesia perlu mengembangkan kebijakan data nasional yang mendorong keterbukaan data untuk penelitian AI, membangun infrastruktur data yang lebih baik, serta memperkuat regulasi agar manfaat ekonomi dari data digital tidak hanya dinikmati oleh perusahaan asing. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, akademisi, dan komunitas diperlukan untuk menciptakan ekosistem AI yang inklusif. Langkah ini penting agar Indonesia tidak sekadar menjadi konsumen teknologi, tetapi juga pemain aktif dalam revolusi AI global.