Tag Archives: China

https://mezzojane.com

China Terapkan Aturan Pelabelan AI untuk Cegah Misinformasi

Pemerintah China mengumumkan pedoman baru yang mewajibkan semua konten buatan kecerdasan buatan (AI) diberi label khusus guna mengatasi penyebaran informasi palsu. Peraturan ini dirancang oleh Administrasi Dunia Maya China bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi, Kementerian Keamanan Publik, serta Administrasi Negara Radio dan Televisi. Aturan tersebut akan mulai berlaku pada 1 September mendatang. Seorang juru bicara Badan Keamanan Siber menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menekan penyalahgunaan teknologi AI generatif serta mencegah manipulasi informasi di dunia digital.

Pedoman tersebut mengharuskan semua konten berbasis AI, termasuk teks, gambar, audio, video, hingga adegan virtual, untuk memiliki label yang jelas. Label eksplisit harus ditempatkan di posisi yang mudah dikenali publik guna memastikan transparansi, terutama pada konten yang berpotensi menyesatkan. Sementara itu, label implisit diwajibkan dalam metadata file, mencantumkan informasi terkait penyedia layanan, kredit konten, serta nomor identifikasi unik.

Awal bulan ini, Lei Jun, CEO Xiaomi Corp., bersama aktor Jin Dong yang juga merupakan anggota Komite Nasional Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China, mengusulkan pembentukan regulasi lebih lanjut terkait konten AI. Langkah ini mencerminkan komitmen China dalam mengendalikan perkembangan AI agar tidak disalahgunakan dalam penyebaran hoaks dan informasi yang dapat membingungkan masyarakat. Dengan penerapan aturan ini, China berharap dapat menjaga kepercayaan publik terhadap teknologi AI sekaligus memastikan penggunaannya tetap bertanggung jawab.

Italia Blokir DeepSeek, Aplikasi AI China, Karena Masalah Perlindungan Data Pengguna

Pada Kamis (30/1), Italia memutuskan untuk menutup akses ke DeepSeek, sebuah aplikasi kecerdasan buatan (AI) asal China, sebagai langkah perlindungan terhadap data pribadi pengguna di negara tersebut. Keputusan ini dikeluarkan oleh Otoritas Perlindungan Data Italia (GPDP), yang menilai bahwa pengumpulan data oleh perusahaan tersebut tidak sesuai dengan regulasi perlindungan data yang berlaku di Italia. Selain itu, GPDP juga memerintahkan dua perusahaan yang mengembangkan aplikasi ini—Hangzhou DeepSeek Artificial Intelligence dan Beijing DeepSeek Artificial Intelligence—untuk segera menghentikan penggunaan data pribadi pengguna Italia.

Langkah ini diambil setelah dilakukan penyelidikan mendalam terhadap bagaimana data pengguna dikumpulkan dan diproses oleh DeepSeek. GPDP menemukan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak memberikan informasi yang cukup tentang dasar hukum dari pengumpulan data pengguna. Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi penyalahgunaan data pribadi yang dikumpulkan tanpa perlindungan yang memadai. Dalam pernyataannya, GPDP menegaskan bahwa keputusan ini diambil untuk melindungi hak privasi dan kepentingan pengguna di Italia.

Sebagai tindak lanjut, GPDP memulai penyelidikan resmi terhadap DeepSeek, yang merupakan perusahaan rintisan teknologi asal China. Langkah ini mengingatkan pada tindakan yang sama yang dilakukan pada Maret 2023, ketika Italia juga membatasi sementara ChatGPT milik OpenAI asal AS karena masalah privasi yang serupa. DeepSeek, yang baru saja meluncurkan model AI DeepSeek-R1 pada 20 Januari, merupakan aplikasi open-source yang dikembangkan dengan biaya rendah, berkat penggunaan cip yang lebih efisien. Model ini kini menjadi pesaing serius bagi dominasi teknologi kecerdasan buatan dari negara-negara Barat, yang selama ini mendominasi pasar global.

DeepSeek R1: AI China yang Dapat Mengungguli OpenAI Buat AS Khawatir

Dunia teknologi dikejutkan oleh pengumuman bahwa model AI baru dari China, DeepSeek R1, diklaim lebih efisien dan mampu bersaing dengan model terkenal OpenAI, ChatGPT o1. Keberhasilan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pejabat AS terkait potensi kemajuan teknologi China dalam bidang kecerdasan buatan.

DeepSeek R1 adalah model open-source yang dikembangkan oleh startup AI asal China, DeepSeek. Model ini dikatakan telah berhasil mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan AI di China, terutama setelah adanya sanksi dari AS yang membatasi akses mereka terhadap teknologi canggih. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada hambatan, inovasi tetap dapat berkembang melalui pendekatan yang lebih efisien dan kolaboratif.

DeepSeek R1 dilaporkan memiliki kemampuan matematika dan pemrograman yang lebih baik dibandingkan dengan ChatGPT o1, dengan akurasi 97,3% pada benchmark MATH-500. Sementara itu, OpenAI mencatat 96,4%. Hal ini menandakan bahwa DeepSeek R1 tidak hanya kompetitif tetapi juga unggul dalam beberapa aspek penting. Ini mencerminkan tren di mana perusahaan-perusahaan baru dapat menantang dominasi pemain besar melalui inovasi.

Salah satu faktor utama yang membuat DeepSeek R1 menarik adalah biaya operasionalnya yang jauh lebih rendah dibandingkan OpenAI. Dengan biaya hanya $0,14 per juta token dibandingkan dengan $7,5 untuk OpenAI, model ini menawarkan solusi yang lebih terjangkau bagi pengembang dan peneliti. Ini menunjukkan bahwa efisiensi biaya dapat menjadi faktor penentu dalam adopsi teknologi baru di pasar.

Keberhasilan DeepSeek R1 dapat memicu perubahan besar dalam lanskap industri AI global. Banyak analis percaya bahwa kemajuan ini akan mendorong perusahaan-perusahaan lain untuk berinovasi dan meningkatkan produk mereka agar tetap kompetitif. Ini menunjukkan bahwa persaingan di bidang teknologi AI semakin ketat dan dapat mengubah cara kita melihat pengembangan kecerdasan buatan di masa depan.

Dengan peluncuran DeepSeek R1, dunia teknologi harus bersiap menghadapi perubahan signifikan dalam industri AI. Diharapkan bahwa kemajuan ini tidak hanya akan mendorong inovasi tetapi juga meningkatkan kolaborasi internasional dalam pengembangan teknologi. Sementara itu, perhatian dari pemerintah AS menunjukkan bahwa mereka perlu mempertimbangkan strategi baru untuk menghadapi tantangan dari pesaing global seperti China dalam bidang kecerdasan buatan.

China Mendorong Inovasi dan Pelestarian Pengobatan Tradisional melalui Sistem Tiga Tingkat

China telah meluncurkan sistem tiga tingkat untuk mendukung pengembangan Pengobatan Tradisional China (TCM), yang mencakup level nasional, industri, dan lokal. Langkah ini menunjukkan kemajuan besar dalam menggabungkan warisan tradisional dengan inovasi modern. Yu Yanhong, Direktur Administrasi Pengobatan Tradisional China Nasional, mengungkapkan bahwa lembaganya bertanggung jawab atas program penelitian nasional untuk modernisasi TCM. Lebih dari 1.200 platform penelitian TCM tingkat provinsi telah didirikan di seluruh China, memperkuat upaya negara dalam pengembangan dan riset.

China kini memiliki tujuh laboratorium nasional utama, lima pusat penelitian teknik, dan empat platform inovasi medis yang mengintegrasikan penelitian, produksi, dan pendidikan. Selain itu, ada 46 pusat yang sedang dikembangkan untuk melestarikan dan menginovasi TCM. Penelitian di bidang teori TCM juga semakin mendalam, menghasilkan penemuan signifikan terutama dalam pengobatan penyakit kardiovaskular, metabolisme, dan pencernaan.

Sejak 2023, China telah mengidentifikasi 50 kategori penyakit yang dapat diobati dengan TCM, menyusun 52 rencana pengobatan integratif China-Barat, serta mengembangkan 100 varietas herba kesehatan unik. Para peneliti juga berhasil merilis 324 resep TCM klasik, serta menyetujui 43 produk TCM untuk dipasarkan, termasuk 19 formulasi senyawa berdasarkan resep kuno. Ini mempercepat proses penelitian dan pengembangan obat-obatan baru dalam bidang TCM.

Lebih lanjut, China juga telah membuat langkah besar dalam melindungi dan mengembangkan sumber daya TCM. Negara ini mendirikan 28 pusat pembibitan benih dan bibit tanaman obat, menstandarisasi budidaya lebih dari 120 bahan obat yang lazim digunakan, dan memulai penanaman ekologis untuk lebih dari 100 jenis obat herbal.

China Luncurkan 11 Pusat Inovasi Teknologi untuk Dorong Pertumbuhan Sektor Budaya dan Pariwisata

Pada Senin (30/12), Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata China mengumumkan secara resmi bahwa 11 pusat inovasi teknologi baru mulai beroperasi, sebagai bagian dari upaya besar untuk mendorong perkembangan sektor budaya dan pariwisata domestik. Program ini dimulai pada tahun 2023, seperti yang disampaikan oleh Liu Dongyan, Wakil Direktur Departemen Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan kementerian tersebut, dalam konferensi pers.

Pusat-pusat inovasi pertama ini mencakup delapan wilayah provinsi, termasuk Beijing, Liaoning, Zhejiang, dan Fujian. Total pusat ini mempekerjakan hampir 1.000 profesional di bidang manajemen dan teknis, dengan total investasi yang melebihi 100 juta yuan atau sekitar 13,91 juta dolar AS.

Tujuan utama dari pusat-pusat inovasi ini adalah untuk menyediakan berbagai layanan komprehensif bagi perusahaan-perusahaan di sektor budaya dan pariwisata, serta memberikan dukungan dalam tahap-tahap penting seperti penelitian dan pengembangan (litbang), pengujian percontohan, hingga proses komersialisasi produk.

Dalam hal penelitian dan pengembangan, pusat-pusat ini fokus pada lima area utama dalam industri budaya dan pariwisata, yaitu peralatan pertunjukan, fasilitas hiburan, pengembangan pariwisata cerdas dan kawasan wisata, seni dan pengalaman interaktif, serta penerapan digitalisasi dan kecerdasan untuk layanan budaya.

Beberapa pencapaian signifikan yang telah dicapai oleh pusat-pusat ini termasuk kerja sama dengan lebih dari 6.300 objek wisata yang menghasilkan penjualan lebih dari 300 juta tiket setiap tahun. Selain itu, mitra dari pusat-pusat ini bertanggung jawab atas lebih dari 80 persen produksi headset realitas virtual (VR) kelas menengah ke atas di seluruh dunia.

Liu Dongyan menjelaskan bahwa pusat-pusat inovasi teknologi ini memainkan peran yang semakin penting dalam mendorong kemajuan teknologi dan perkembangan industri. Proses seleksi untuk pusat inovasi batch kedua sedang berlangsung, dan pusat-pusat ini akan lebih fokus pada isu-isu publik yang menjadi prioritas, sektor-sektor penting dengan kebutuhan mendesak, tren pasar yang sedang berkembang, serta teknologi canggih dan terbaru.

“Pusat-pusat inovasi baru ini akan membantu mengatasi kesenjangan dalam sistem inovasi yang ada dan meningkatkan strategi distribusi teknologi secara lebih merata di berbagai wilayah,” tambah Liu.

BMW: China Sebagai Katalisator Inovasi dan Pertumbuhan Kendaraan Listrik Global!

Oliver Zipse, CEO BMW, menggambarkan China sebagai pasar global terpenting bagi perusahaannya, sekaligus sebagai pusat inovasi dan teknologi terdepan. Dalam sebuah wawancara dengan Xinhua, Zipse menekankan bahwa untuk memahami arah dunia di masa depan, penting untuk memantau perkembangan yang terjadi di China. “China adalah tempat untuk memprediksi apa yang akan menggerakkan dunia,” ujar Zipse, merujuk pada peran negara ini dalam mengadopsi teknologi dan kebiasaan pembelian yang dipengaruhi oleh inovasi.

BMW, sebagai produsen mobil Jerman, telah memperluas kehadirannya di China, dengan mendirikan fasilitas penelitian dan pengembangan terbesar di luar Jerman. Di Beijing, Shanghai, Shenyang, dan Nanjing, BMW memiliki berbagai pusat inovasi yang fokus pada pengembangan kendaraan, layanan digital, perangkat lunak, dan teknologi pengemudian otonom. Zipse memuji strategi China terkait kendaraan energi baru (new energy vehicles atau NEV), yang mencakup kendaraan listrik baterai, kendaraan plug-in hybrid (PHEV), dan kendaraan fuel-cell electric (FCEV). Menurutnya, pendekatan ini sangat pragmatis dan berorientasi pada hasil, memungkinkan penerimaan yang lebih luas terhadap mobilitas listrik.

Pada 2023, pasar kendaraan energi baru di China mencatatkan penjualan mencapai 9,5 juta unit, dan diperkirakan akan terus berkembang menjadi 11,5 juta unit pada tahun 2024. BMW turut berkontribusi pada pertumbuhan ini, dengan penjualan kendaraan listrik bertenaga baterai di China meningkat hampir 10 persen selama tiga kuartal pertama 2024.

Sebagai bagian dari komitmennya terhadap pasar China, BMW mengumumkan investasi besar sebesar 20 miliar yuan pada April 2024 untuk memperluas kapasitas produksi di Shenyang, yang akan mendukung produksi kendaraan listrik generasi berikutnya, Neue Klasse, yang direncanakan mulai diproduksi pada 2026.

Memperingati 30 tahun kehadiran BMW di China, Zipse mencatat hubungan yang semakin kuat dengan mitra-mitra lokal, seperti CATL dan Universitas Tsinghua, serta lebih dari 500 pemasok lokal. “Kami merasa seperti di rumah sendiri di China,” ujarnya. Zipse juga menyatakan penolakannya terhadap keputusan Uni Eropa untuk mengenakan tarif tambahan pada kendaraan listrik asal China. Menurutnya, tarif ini dapat merusak model bisnis global dan menghambat upaya dekarbonisasi di Eropa.

Sebaliknya, Zipse mendorong kemitraan yang lebih erat antara perusahaan otomotif Eropa dan China. “Masalah global seperti perubahan iklim hanya bisa diatasi jika kita bekerja bersama. Saya melihat potensi besar dalam kolaborasi lintas batas dan kawasan,” katanya, menekankan pentingnya kerja sama global dalam menghadapi tantangan besar dunia.