Tag Archives: Ekonomi Digital

https://mezzojane.com

China dan Indonesia Perkuat Sinergi AI Lewat Kolaborasi Guangxi dan Komdigi RI

Delegasi dari Nanning, ibu kota Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi, China selatan, melakukan kunjungan intensif ke Indonesia dalam rangka memperkuat kerja sama di bidang kecerdasan buatan (AI). Selama kunjungan tersebut, berbagai diskusi dan pertukaran ide digelar, terutama terkait dengan ekonomi digital, pengembangan platform kolaborasi inovasi, serta penerapan AI di berbagai sektor. Sugiato Lim, pemuda Indonesia yang telah lama menetap di Guangxi, mengungkapkan harapannya agar kerja sama ini membawa manfaat besar bagi kedua negara dalam mendorong perkembangan teknologi yang berkelanjutan dan inklusif.

Guangxi saat ini sedang aktif menerapkan strategi “Artificial Intelligence +” dengan fokus pada percepatan pembangunan Pusat Inovasi Kecerdasan Buatan China-ASEAN. Inisiatif ini ditujukan untuk mendorong kolaborasi industri AI di kawasan dan mendukung pembangunan berkualitas tinggi yang berbasis teknologi. Dalam dua tahun terakhir, Guangxi telah menandatangani lebih dari 30 perjanjian digital dengan negara-negara ASEAN, termasuk dalam bidang teknologi navigasi seperti Beidou serta penerapan sistem AI dalam berbagai aspek kehidupan.

Wakil Menteri Komdigi RI, Angga Raka Prabowo, menyambut baik model AI terbuka yang dikembangkan China seperti DeepSeek karena dianggap efisien dan sesuai dengan kebutuhan zaman. Menurutnya, karakteristik DeepSeek yang terbuka, hemat energi, dan rendah biaya sangat relevan dengan strategi pengembangan AI Indonesia. Pemerintah Indonesia sendiri telah memiliki Strategi Nasional AI 2020–2045 yang menjadi dasar kuat untuk kerja sama lebih lanjut di masa depan. Kedekatan geografis Guangxi dengan kawasan ASEAN dinilai menjadi keunggulan tersendiri dalam menjalin kemitraan strategis ini, terutama dalam membentuk pusat inovasi AI yang melibatkan berbagai negara di Asia Tenggara.

Menyusun Peta Jalan AI: Langkah Strategis Pemerintah dalam Regulasi Teknologi

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dinilai perlu merancang peta jalan kecerdasan buatan (AI) yang komprehensif serta menilai kesiapan masyarakat sebelum menetapkan regulasi. Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda, menekankan bahwa dukungan kebijakan dari pemerintah dapat mempercepat integrasi AI dalam sektor ekonomi digital. Menurutnya, peta jalan AI yang jelas akan membantu memastikan Indonesia berada di jalur yang tepat untuk mengoptimalkan teknologi ini.

Seiring dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap AI, diperlukan aturan yang tidak hanya mendukung perkembangan teknologi, tetapi juga melindungi kepentingan bersama. Huda menegaskan pentingnya regulasi yang menjamin keamanan data serta perlindungan hak cipta bagi para kreator. Hal ini bertujuan agar penggunaan AI dapat menciptakan nilai ekonomi tanpa mengorbankan hak pemilik aslinya.

Sementara itu, Pengamat Telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ian Joseph Matheus Edward, menyoroti perlunya regulasi yang mengatur etika penggunaan AI. Aturan ini harus mencakup peran pengembang, pengguna, serta pihak terkait lainnya guna memastikan teknologi ini digunakan secara bertanggung jawab. Salah satu aspek penting yang harus diatur adalah mekanisme penyelesaian sengketa jika terjadi pelanggaran dalam pemanfaatan AI.

Ian mengusulkan lima poin utama dalam regulasi AI, yakni asas manfaat, kepastian hukum, ketertiban umum, tanggung jawab penyedia layanan AI, serta batasan penggunaan dan sanksi bagi pelanggar. Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, menyatakan bahwa regulasi AI saat ini masih dalam tahap pembahasan dan diharapkan rampung dalam tiga bulan ke depan. Regulasi ini akan memperkuat Surat Edaran (SE) yang sebelumnya telah diterbitkan, sehingga memiliki kekuatan hukum yang lebih mengikat.

Membongkar “Data Wall”: Tantangan di Balik Demokratisasi AI

Dalam perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang semakin pesat, muncul tantangan besar yang dikenal sebagai “data wall”—penghalang akses terhadap data berkualitas yang hanya dikuasai oleh segelintir pihak. Fenomena ini semakin relevan seiring dengan tren distilasi AI yang bertujuan menciptakan model lebih efisien, tetapi tetap membutuhkan data berkualitas tinggi yang dikuasai oleh raksasa teknologi seperti Google, Meta, dan Microsoft. Konsentrasi kepemilikan data ini menciptakan ketimpangan yang menghambat inovasi bagi pengembang independen, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Selain itu, pembatasan lisensi data oleh platform digital semakin memperkuat eksklusivitas akses, membentuk dinding hukum yang menghambat penelitian AI terbuka.

Indonesia menghadapi tantangan tambahan dalam bentuk infrastruktur data yang masih tertinggal, mengakibatkan keterbatasan dalam pengumpulan dan pengolahan data berkualitas tinggi. Ketimpangan ini semakin diperparah oleh dominasi model AI yang dilatih dengan data berbahasa Inggris, menyebabkan performa yang lemah dalam memahami bahasa Indonesia dan bahasa daerah lainnya. Jika tidak diatasi, situasi ini dapat memperkuat ketergantungan pada teknologi asing dan menciptakan bentuk baru kolonialisme digital, di mana Indonesia hanya menjadi penyedia data tanpa menikmati manfaat ekonomi yang setimpal.

Menghadapi tantangan ini, Indonesia perlu mengembangkan kebijakan data nasional yang mendorong keterbukaan data untuk penelitian AI, membangun infrastruktur data yang lebih baik, serta memperkuat regulasi agar manfaat ekonomi dari data digital tidak hanya dinikmati oleh perusahaan asing. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, akademisi, dan komunitas diperlukan untuk menciptakan ekosistem AI yang inklusif. Langkah ini penting agar Indonesia tidak sekadar menjadi konsumen teknologi, tetapi juga pemain aktif dalam revolusi AI global.

Survei KIC Ungkap Potensi AI di Indonesia: Tantangan dan Peluang Menuju Masa Depan Digital

Kecerdasan buatan (AI) semakin meluas dalam berbagai sektor, dan Indonesia tengah berada di titik penting dalam mengembangkan teknologi ini. Katadata Insight Center (KIC) baru-baru ini merilis survei pertama yang membahas secara komprehensif kesadaran dan pandangan publik mengenai AI, serta potensi Indonesia untuk membangun AI secara berdaulat.

Direktur Riset KIC, Gundy Cahyadi, menjelaskan bahwa studi ini bertujuan untuk mencatat kemajuan pengembangan AI di masyarakat dan industri, serta memberikan wawasan yang berguna bagi para pemangku kepentingan dalam mendorong diskusi, kebijakan, dan inisiatif terkait pengembangan AI. “Dengan kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat, AI dapat menjadi kekuatan transformasi yang inklusif dan berkelanjutan untuk masa depan Indonesia,” ujar Gundy dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (6/2).

Dalam riset ini, ditemukan bahwa meskipun Indonesia masih tertinggal dalam pengembangan AI—baik dari segi teknologi maupun regulasi—keterlambatan tersebut justru membuka peluang strategis. Indonesia bisa belajar dari pengalaman negara lain untuk merancang strategi dan regulasi yang lebih terarah. Selain itu, meskipun pengetahuan masyarakat Indonesia tentang AI masih terbatas, tingkat kesadaran mengenai teknologi ini tergolong tinggi. Mayoritas masyarakat juga optimis tentang potensi masa depan AI.

Indonesia memiliki peluang besar dalam memanfaatkan AI berkat sejumlah faktor pendukung, seperti populasi usia produktif yang terampil secara digital, ekosistem digital yang dinamis, serta posisi ekonomi terbesar di Asia Tenggara. “Penting bagi ekosistem digital Indonesia untuk berkontribusi dalam perkembangan AI global,” tambah Gundy.

KIC juga menyarankan agar Indonesia segera membangun dan mengembangkan teknologi AI secara mandiri, mengingat peran penting AI dalam mendorong pembangunan nasional, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta memperkuat industri digital. Sektor swasta, menurut riset ini, juga memiliki kontribusi besar dalam memperkuat ekosistem AI domestik.

Secara umum, AI berkembang pesat pada dekade ini, dan 2023 menjadi tahun bersejarah dengan kemunculan AI generatif yang semakin masif. Aplikasi seperti ChatGPT telah memberi akses luas terhadap teknologi AI, memungkinkan masyarakat untuk mulai mengintegrasikan AI dalam kehidupan sehari-hari. AI diprediksi akan menjadi pendorong utama transformasi digital yang meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan inovasi.

Laporan ini disusun berdasarkan survei terhadap 1.255 orang Indonesia, serta wawancara mendalam dengan ahli dan pemangku kepentingan dalam industri AI. Data primer dari survei ini didukung oleh data sekunder yang dihimpun melalui riset desktop.

Menguatkan Ekonomi Masyarakat melalui Program Digitalisasi di Pesantren

Digitalisasi telah menjadi elemen kunci dalam mendorong perubahan di berbagai sektor. PT. Nusantara Card Semesta (NCS) hadir dengan komitmen kuat untuk mendukung digitalisasi di masyarakat melalui program “Pesantren Melek Digital”.

Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang berbasis agama, sosial, dan budaya memiliki peran penting di era digital ini. Sayangnya, masih banyak pesantren yang belum memiliki akses dan keterampilan yang cukup untuk mengoptimalkan teknologi digital.

Melihat kebutuhan ini, NCS bekerja sama dengan Asosiasi Komunitas Profesi Sales Indonesia (Komisi) untuk meluncurkan program yang mendukung penguatan pesantren di Indonesia.

“Kami bersama Komisi melakukan kunjungan ke 12 pesantren di Pulau Jawa dari September hingga pertengahan Oktober untuk memberikan edukasi serta berbagi pengetahuan terkait pentingnya digitalisasi. Diharapkan, pesantren dapat lebih mudah beradaptasi dengan kemajuan teknologi dan berkontribusi pada pengembangan ekonomi masyarakat,” kata Direktur Utama NCS, Reni Sitawati Siregar, dalam keterangan resminya, Rabu (30/10/2024).

Inisiatif ini juga selaras dengan Program Kemandirian Pesantren yang diusung oleh Kementerian Agama, bertujuan untuk menciptakan pesantren yang mandiri secara ekonomi agar dapat mendukung pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan.

Ke depannya, NCS akan terus membuka peluang kolaborasi dengan pesantren, termasuk menjadikan mereka sebagai Mitra Agen NCS.

“Dengan kolaborasi ini, pesantren akan berperan sebagai bagian dari jaringan layanan pengiriman NCS, yang akan bermanfaat tidak hanya bagi santri dan pengajar, tetapi juga masyarakat sekitar,” lanjut Reni.

Digitalisasi: Motor Transformasi Bisnis Modern

Di era modern, digitalisasi menjadi faktor utama yang mendorong transformasi bisnis. Teknologi digital memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan efisiensi operasional, merespons dinamika pasar dengan cepat, dan meningkatkan kualitas layanan pelanggan.

“Perusahaan yang mengadopsi teknologi digital mampu memperoleh efisiensi lebih tinggi, operasional yang gesit, serta pendapatan yang lebih besar. Itulah yang dialami oleh NCS saat ini,” ungkap Reni.

Transformasi Digital NCS melalui Aplikasi MyNCS

Sejak 2017, Aplikasi ini memudahkan pelanggan untuk mengecek tarif kirim, menemukan lokasi cabang terdekat, serta mengatur pengiriman barang atau makanan sesuai jadwal yang diinginkan.

“Hingga kini, aplikasi MyNCS telah digunakan oleh lebih dari 25.000 pengguna, dengan total transaksi pada bulan September lalu mencapai lebih dari Rp 19 juta,” tambah Reni.

NCS juga berencana memperkenalkan teknologi sortir otomatis berbasis robot untuk meningkatkan efisiensi proses distribusi.

“Kami memiliki tim IT internal yang menangani semua proses digitalisasi, mulai dari front-end hingga back-end,” tutup Reni.