Tag Archives: Hak Cipta

https://mezzojane.com

Menyusun Peta Jalan AI: Langkah Strategis Pemerintah dalam Regulasi Teknologi

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dinilai perlu merancang peta jalan kecerdasan buatan (AI) yang komprehensif serta menilai kesiapan masyarakat sebelum menetapkan regulasi. Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda, menekankan bahwa dukungan kebijakan dari pemerintah dapat mempercepat integrasi AI dalam sektor ekonomi digital. Menurutnya, peta jalan AI yang jelas akan membantu memastikan Indonesia berada di jalur yang tepat untuk mengoptimalkan teknologi ini.

Seiring dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap AI, diperlukan aturan yang tidak hanya mendukung perkembangan teknologi, tetapi juga melindungi kepentingan bersama. Huda menegaskan pentingnya regulasi yang menjamin keamanan data serta perlindungan hak cipta bagi para kreator. Hal ini bertujuan agar penggunaan AI dapat menciptakan nilai ekonomi tanpa mengorbankan hak pemilik aslinya.

Sementara itu, Pengamat Telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ian Joseph Matheus Edward, menyoroti perlunya regulasi yang mengatur etika penggunaan AI. Aturan ini harus mencakup peran pengembang, pengguna, serta pihak terkait lainnya guna memastikan teknologi ini digunakan secara bertanggung jawab. Salah satu aspek penting yang harus diatur adalah mekanisme penyelesaian sengketa jika terjadi pelanggaran dalam pemanfaatan AI.

Ian mengusulkan lima poin utama dalam regulasi AI, yakni asas manfaat, kepastian hukum, ketertiban umum, tanggung jawab penyedia layanan AI, serta batasan penggunaan dan sanksi bagi pelanggar. Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, menyatakan bahwa regulasi AI saat ini masih dalam tahap pembahasan dan diharapkan rampung dalam tiga bulan ke depan. Regulasi ini akan memperkuat Surat Edaran (SE) yang sebelumnya telah diterbitkan, sehingga memiliki kekuatan hukum yang lebih mengikat.

AI dan Seni: Kreativitas atau Pelanggaran Hak Cipta?

Perkembangan kecerdasan buatan dalam dunia seni menimbulkan dilema etis dan hukum. Apakah karya berbasis AI bisa disebut seni sejati? Apakah AI sekadar alat atau bisa dianggap sebagai kreator? Dan bagaimana dengan hak cipta dari karya-karya yang digunakan sebagai referensi oleh AI? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi topik utama dalam diskusi bertajuk “Hak Cipta dan Filosofi AI” yang diadakan di Taman Ismail Marzuki pada 7 Maret 2025. Acara yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta bersama Jakarta Poetry Slam dan Kongsi 8 ini mengundang berbagai narasumber, termasuk seniman, akademisi, dan ahli hukum.

Saras Dewi, penulis sekaligus dosen filsafat Universitas Indonesia, menyoroti risiko pelanggaran hak cipta dalam seni berbasis AI. Ia mengungkapkan bahwa banyak laporan menunjukkan AI generatif sering kali beroperasi di atas data yang diperoleh tanpa izin. Meski mengakui kecerdasan buatan memiliki potensi besar, Saras mengingatkan agar masyarakat tetap kritis dan tidak hanya terpesona oleh kemampuannya. Di sisi lain, seniman asal Bali, Jemana Murti, melihat AI sebagai alat yang bisa membantu proses kreatif, bukan sebagai ancaman. Ia berhasil memanfaatkan AI sebagai mitra dalam berkarya, membuktikan bahwa teknologi dapat dimanfaatkan dengan cara yang positif.

Riri Satria, dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, menegaskan bahwa AI hanya bisa menggantikan manusia ketika kualitas berpikir manusia menurun. Ia menyarankan seniman untuk terus berkarya dan mengikuti perkembangan zaman. Menurutnya, keresahan terhadap AI harus diungkapkan agar dapat menemukan gaungnya sendiri dalam masyarakat. Namun, ia juga mengingatkan bahwa masa depan AI masih sulit diprediksi, dan kompleksitasnya bisa berkembang hingga menyaingi kemampuan otak manusia.

Di sisi hukum, pengacara hak cipta Dimaz Prayudha menyoroti tantangan dalam mengawasi penggunaan AI generatif dalam seni. Banyak pengguna AI tidak dapat mengontrol sumber referensi yang digunakan dalam proses kreatifnya, sehingga sulit memastikan apakah sebuah karya AI melanggar hak cipta atau tidak. Menurutnya, jika seorang seniman secara tegas menolak karyanya digunakan untuk melatih AI, maka ia berhak menuntut baik pengguna AI yang memberi instruksi maupun perusahaan yang mengembangkan teknologi tersebut. Dengan berbagai aspek yang masih belum terjawab, perdebatan mengenai AI dan hak cipta tampaknya akan terus berlanjut di masa mendatang.

Paul McCartney Peringatkan Ancaman AI Terhadap Kreativitas dan Hak Cipta Artis

Paul McCartney memperingatkan bahwa kecerdasan buatan (AI) dapat mengancam keberadaan artis, terutama terkait dengan usulan undang-undang hak cipta yang berpotensi mengurangi insentif bagi penulis dan seniman, serta merusak kreativitas. Dalam wawancara dengan BBC, McCartney mengungkapkan kekhawatirannya bahwa perubahan kebijakan ini akan merugikan artis yang telah menciptakan karya mereka. Menurutnya, materi berhak cipta yang digunakan untuk melatih model AI harus melibatkan hak-hak pencipta, dan keuntungan dari karya mereka seharusnya kembali kepada mereka.

McCartney menyoroti bahwa jika materi berhak cipta digunakan oleh AI tanpa izin, uang yang dihasilkan dari karya tersebut tidak akan sampai ke penciptanya. Dia juga menekankan bahwa tanpa perlindungan yang jelas, akan terjadi ketidakadilan dalam industri kreatif. Penggunaan materi berhak cipta untuk melatih model AI kini tengah menjadi topik konsultasi pemerintah, yang bertujuan mengeksplorasi bagaimana menciptakan regulasi yang adil untuk para kreator.

Sementara itu, beberapa penerbit dan perusahaan media telah mencapai kesepakatan dengan perusahaan AI untuk memberikan izin penggunaan materi mereka untuk melatih model AI. Namun, McCartney mengimbau pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan yang diusulkan, karena hal ini bisa merugikan pencipta karya.

Pada bulan Desember tahun lalu, McCartney juga bergabung dengan sejumlah selebritas lain dalam penandatanganan petisi yang menentang penggunaan karya kreatif tanpa izin untuk melatih AI. Selain itu, McCartney dan Ringo Starr sempat menggunakan teknologi AI untuk memisahkan vokal John Lennon dalam demo lagu dari tahun 1977, sebagai contoh pemanfaatan AI dalam dunia musik.

Pemerintah Inggris kini mengadakan konsultasi hingga 25 Februari untuk membahas cara-cara yang dapat meningkatkan hubungan antara sektor kreatif dan AI, serta bagaimana memberikan kompensasi yang adil kepada para pencipta karya.