Tag Archives: Inovasi AI

https://mezzojane.com

AI dan Masa Depan Digital ASEAN-China: Kolaborasi Cerdas di Tengah Tantangan Etika

Perwakilan media dan wadah pemikir dari Tiongkok serta negara-negara anggota ASEAN berkumpul dalam Forum Media dan Wadah Pemikir China-ASEAN yang digelar di Kuala Lumpur, Jumat (11/4). Forum yang mengangkat tema “Memperkuat Kerja Sama ASEAN-China” ini menjadi ruang diskusi mendalam tentang tantangan dan peluang yang ditawarkan kecerdasan buatan (AI) di era digital saat ini.

Dalam konsensus yang dihasilkan, peserta menekankan bahwa kemajuan AI membawa potensi besar bagi transformasi pembangunan, namun juga menimbulkan risiko yang perlu diantisipasi. AI diakui mampu mempercepat proses riset, komunikasi, dan pengambilan keputusan, tetapi tetap harus dikendalikan oleh kebijaksanaan dan keahlian manusia. Pamela Samia dari Kantor Berita Filipina menyatakan bahwa meskipun AI sangat membantu, peran manusia tetap tak tergantikan dalam penilaian kritis dan pengambilan keputusan.

Veronika S. Saraswati dari Indonesia China Partnership Studies menambahkan bahwa pengembangan AI harus berpijak pada data lokal serta nilai-nilai budaya Timur, demi menciptakan keseimbangan di ruang digital global. Sementara itu, Sivanxay Siphankham dari Kantor Berita Laos menyoroti pentingnya kolaborasi dalam mengatasi tantangan misinformasi dan menjaga transparansi AI di tangan manusia.

Lee Chean Chung dari Malaysia menegaskan bahwa etika, privasi, dan transparansi algoritma perlu menjadi pilar utama dalam kebijakan AI. Thida Tin dari Myanmar turut mengingatkan bahwa inovasi teknologi harus berjalan beriringan dengan pertimbangan etis demi menjaga dampak sosial yang adil dan berkelanjutan. Forum ini berhasil mempertemukan 260 peserta dari lebih 160 institusi lintas ASEAN dan Tiongkok.

Membongkar “Data Wall”: Tantangan di Balik Demokratisasi AI

Dalam perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang semakin pesat, muncul tantangan besar yang dikenal sebagai “data wall”—penghalang akses terhadap data berkualitas yang hanya dikuasai oleh segelintir pihak. Fenomena ini semakin relevan seiring dengan tren distilasi AI yang bertujuan menciptakan model lebih efisien, tetapi tetap membutuhkan data berkualitas tinggi yang dikuasai oleh raksasa teknologi seperti Google, Meta, dan Microsoft. Konsentrasi kepemilikan data ini menciptakan ketimpangan yang menghambat inovasi bagi pengembang independen, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Selain itu, pembatasan lisensi data oleh platform digital semakin memperkuat eksklusivitas akses, membentuk dinding hukum yang menghambat penelitian AI terbuka.

Indonesia menghadapi tantangan tambahan dalam bentuk infrastruktur data yang masih tertinggal, mengakibatkan keterbatasan dalam pengumpulan dan pengolahan data berkualitas tinggi. Ketimpangan ini semakin diperparah oleh dominasi model AI yang dilatih dengan data berbahasa Inggris, menyebabkan performa yang lemah dalam memahami bahasa Indonesia dan bahasa daerah lainnya. Jika tidak diatasi, situasi ini dapat memperkuat ketergantungan pada teknologi asing dan menciptakan bentuk baru kolonialisme digital, di mana Indonesia hanya menjadi penyedia data tanpa menikmati manfaat ekonomi yang setimpal.

Menghadapi tantangan ini, Indonesia perlu mengembangkan kebijakan data nasional yang mendorong keterbukaan data untuk penelitian AI, membangun infrastruktur data yang lebih baik, serta memperkuat regulasi agar manfaat ekonomi dari data digital tidak hanya dinikmati oleh perusahaan asing. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, akademisi, dan komunitas diperlukan untuk menciptakan ekosistem AI yang inklusif. Langkah ini penting agar Indonesia tidak sekadar menjadi konsumen teknologi, tetapi juga pemain aktif dalam revolusi AI global.

OpenAI Luncurkan Operator, Agen AI Canggih yang Mampu Menyelesaikan Tugas Secara Otomatis

OpenAI resmi merilis Operator, agen kecerdasan buatan (AI) inovatif yang dirancang untuk membantu pengguna menyelesaikan berbagai tugas secara otomatis berdasarkan instruksi yang diberikan. Layanan ini kini tersedia untuk pelanggan ChatGPT Pro di berbagai negara.

Dilansir dari TechCrunch pada Sabtu, Operator kini dapat diakses di negara-negara seperti Australia, Brasil, Kanada, India, Jepang, Singapura, Korea Selatan, Inggris, dan beberapa wilayah lainnya. OpenAI juga berencana memperluas ketersediaannya ke hampir semua negara yang mendukung ChatGPT, kecuali Uni Eropa, Swiss, Norwegia, Liechtenstein, dan Islandia.

Pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat pada Januari lalu, Operator menawarkan berbagai kemampuan canggih, termasuk pemesanan tiket, reservasi restoran, hingga berbelanja di platform e-commerce. Saat ini, fitur ini hanya tersedia bagi pelanggan ChatGPT Pro dengan biaya langganan 200 dolar AS (sekitar Rp3,2 juta) per bulan.

Operator beroperasi melalui jendela peramban terpisah yang dapat dikontrol pengguna kapan saja. Teknologi ini didukung oleh model Computer-Using Agent (CUA), yang menggabungkan kecerdasan model GPT-4o dengan sistem penalaran tingkat lanjut OpenAI. Dengan demikian, Operator mampu menavigasi menu, menekan tombol, hingga mengisi formulir di situs web layaknya manusia.

Dalam pengembangannya, OpenAI bekerja sama dengan berbagai perusahaan besar seperti DoorDash, eBay, Instacart, Priceline, StubHub, dan Uber untuk memastikan bahwa layanan ini mematuhi kebijakan masing-masing platform.

Meski dapat menjalankan banyak tugas secara bersamaan, Operator tetap memiliki batas penggunaan harian yang diperbarui secara otomatis. Selain itu, untuk alasan keamanan, AI ini tidak dapat melakukan tugas tertentu seperti mengirim email atau menghapus acara dari kalender pengguna.

Operator juga dapat mengalami kendala saat menghadapi antarmuka yang terlalu rumit, seperti formulir dengan CAPTCHA atau kolom kata sandi. Jika menemui hambatan tersebut, Operator akan meminta pengguna untuk mengambil alih secara manual.

Ke depan, OpenAI berencana memperluas akses Operator ke lebih banyak pelanggan ChatGPT, menghadirkan pengalaman AI yang lebih canggih dan intuitif dalam mendukung produktivitas sehari-hari.

DeepSeek: AI China Tantang Dominasi OpenAI dengan Model Lebih Murah dan Canggih

Perusahaan kecerdasan buatan (AI) asal China, DeepSeek, muncul sebagai pesaing serius bagi perusahaan AI terkemuka asal Amerika Serikat (AS). DeepSeek diklaim menawarkan solusi AI yang lebih terjangkau dibandingkan OpenAI. Berdasarkan laporan dari Global Times, Minggu (26/1/2025), DeepSeek telah berhasil mengembangkan sistem AI yang sebanding dengan model AI OpenAI, meskipun perusahaan ini harus menghadapi tantangan besar terkait pembatasan semikonduktor yang diberlakukan oleh pemerintah AS terhadap China.

Laporan dari Nature menyebutkan bahwa model AI DeepSeek, yang bersifat open-source dan lebih terjangkau, telah menarik perhatian besar dari kalangan ilmuwan. DeepSeek mampu melakukan berbagai tugas di bidang kimia, matematika, dan pengkodean, yang setara dengan kemampuan model OpenAI. Pada Desember 2024, perusahaan yang berlokasi di Hangzhou ini merilis model AI canggih mereka yang disebut DeepSeek-V3, yang segera mendapatkan perhatian luas di seluruh dunia dan memicu perbincangan internasional di platform media sosial dan forum teknologi.

DeepSeek menegaskan bahwa mereka tidak bekerja sama dengan proyek eksternal dan tidak memberikan layanan privatasi, dengan fokus utama pada penelitian dan pengembangan model-model AI yang lebih canggih. Tian Feng, mantan Dekan dari Institut Riset Industri Kecerdasan di perusahaan AI China, SenseTime, menilai bahwa biaya pelatihan yang lebih rendah pada model DeepSeek dapat mengubah dinamika pengembangan AI, dengan tekanan baru terhadap perusahaan AI AS.

Profesor Li Baiyang dari Universitas Nanjing juga mengungkapkan bahwa pendekatan teknologi DeepSeek mengguncang dominasi perusahaan AI AS dan membuktikan ketidakefektifan pembatasan chip yang diterapkan oleh AS. Meski kedua negara bersaing ketat dalam industri AI, Li Baiyang menekankan bahwa ada potensi besar untuk kerjasama, terutama dalam hal tata kelola AI. Sementara itu, Presiden AS, Donald Trump, baru-baru ini mengumumkan investasi sebesar US$500 miliar untuk infrastruktur AI di AS, yang melibatkan tiga perusahaan teknologi terkemuka yang berkolaborasi membentuk perusahaan baru bernama Stargate.