Tag Archives: Perlindungan Data

https://mezzojane.com

Kakek dalam Layar: Ketika AI Menghidupkan Kenangan di Festival Qingming

Menjelang Festival Qingming, saat masyarakat Tiongkok berziarah dan merawat makam leluhur, Zhang Ming merasakan kehangatan emosional yang tak terduga. Berkat teknologi kecerdasan buatan, ia bisa kembali berbincang dengan mendiang kakeknya melalui avatar digital yang menyerupai manusia. Menggunakan aplikasi Lingyu atau “Pertemuan Spiritual”, Zhang menciptakan replika virtual sang kakek dengan mengunggah foto, suara, dan informasi latar belakang. Teknologi ini membentuk avatar yang tidak hanya menyerupai secara visual, tetapi juga bisa berbicara dalam dialek lokal dan berekspresi secara emosional. “Rasanya seperti berbicara dengannya lagi,” ujar Zhang, menggambarkan pengalaman yang mengharukan. Bagi banyak keluarga, kemajuan ini menjadi pelipur lara modern, memungkinkan mereka untuk merasa dekat kembali dengan orang-orang tercinta yang telah tiada. Popularitas avatar AI ini melonjak setelah sebuah acara TV memperlihatkan simulasi interaktif antara seorang selebritas dan mendiang mertuanya, yang memicu tangis haru sang istri. Meskipun teknologi ini menawarkan kenyamanan emosional, ada pula kekhawatiran akan dampaknya terhadap kondisi mental dan privasi pengguna. Pakar hukum menyoroti risiko penyalahgunaan data pribadi dan potensi pencemaran nama baik jika tidak diawasi dengan ketat. Pemerintah Tiongkok telah menerapkan berbagai regulasi untuk mengendalikan teknologi ini, namun para ahli menilai pengawasan dan etika dalam penggunaannya perlu terus disesuaikan dengan perkembangan. Di tengah kemajuan ini, harapannya tetap satu: agar teknologi tetap menjadi penghubung rasa, bukan pengabur kenyataan.

AI sebagai Kunci Penguatan Ekonomi, Tantangan dan Solusi di Indonesia

Kecerdasan buatan (AI) berpotensi besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dengan meningkatkan produktivitas di berbagai sektor. Sekretaris Jenderal Partnership Kolaborasi, Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (Korika), Sri Safitri, menekankan bahwa AI dapat mempercepat otomatisasi di industri manufaktur dan logistik, serta meningkatkan efisiensi dalam rantai pasok dan sektor pertanian. Selain itu, AI juga mendorong inovasi produk dan layanan serta membuka peluang penciptaan lapangan kerja baru.

Namun, penerapan AI di Indonesia masih menghadapi sejumlah kendala, salah satunya adalah keterbatasan sumber daya manusia yang memahami teknologi ini. Saat ini, hanya dua universitas di Indonesia yang menawarkan program studi khusus AI, menunjukkan masih minimnya dukungan dari institusi pendidikan formal. Infrastruktur digital juga menjadi tantangan, di mana kecepatan internet belum merata dan pusat data masih terpusat di kota-kota besar.

Selain itu, pendanaan riset dan pengembangan masih tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, dan Filipina. Regulasi terkait keamanan siber, perlindungan data publik, serta etika AI juga belum matang, sehingga perlu adanya kebijakan yang lebih komprehensif. Untuk mengatasi berbagai kendala ini, pemerintah diharapkan berkolaborasi dengan industri dalam riset dan inovasi AI, serta menyusun regulasi yang mendukung perkembangan teknologi ini. Peningkatan kualitas sumber daya manusia juga menjadi prioritas, baik melalui program pelatihan di sekolah dan universitas maupun beasiswa untuk studi di bidang AI.

Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan, Insaf Albert Tarigan, mengakui bahwa regulasi memiliki peran krusial dalam mendukung perkembangan AI di Indonesia. Dengan langkah-langkah strategis yang tepat, AI dapat menjadi pendorong utama dalam transformasi ekonomi digital di Tanah Air.

Italia Blokir DeepSeek, Aplikasi AI China, Karena Masalah Perlindungan Data Pengguna

Pada Kamis (30/1), Italia memutuskan untuk menutup akses ke DeepSeek, sebuah aplikasi kecerdasan buatan (AI) asal China, sebagai langkah perlindungan terhadap data pribadi pengguna di negara tersebut. Keputusan ini dikeluarkan oleh Otoritas Perlindungan Data Italia (GPDP), yang menilai bahwa pengumpulan data oleh perusahaan tersebut tidak sesuai dengan regulasi perlindungan data yang berlaku di Italia. Selain itu, GPDP juga memerintahkan dua perusahaan yang mengembangkan aplikasi ini—Hangzhou DeepSeek Artificial Intelligence dan Beijing DeepSeek Artificial Intelligence—untuk segera menghentikan penggunaan data pribadi pengguna Italia.

Langkah ini diambil setelah dilakukan penyelidikan mendalam terhadap bagaimana data pengguna dikumpulkan dan diproses oleh DeepSeek. GPDP menemukan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak memberikan informasi yang cukup tentang dasar hukum dari pengumpulan data pengguna. Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi penyalahgunaan data pribadi yang dikumpulkan tanpa perlindungan yang memadai. Dalam pernyataannya, GPDP menegaskan bahwa keputusan ini diambil untuk melindungi hak privasi dan kepentingan pengguna di Italia.

Sebagai tindak lanjut, GPDP memulai penyelidikan resmi terhadap DeepSeek, yang merupakan perusahaan rintisan teknologi asal China. Langkah ini mengingatkan pada tindakan yang sama yang dilakukan pada Maret 2023, ketika Italia juga membatasi sementara ChatGPT milik OpenAI asal AS karena masalah privasi yang serupa. DeepSeek, yang baru saja meluncurkan model AI DeepSeek-R1 pada 20 Januari, merupakan aplikasi open-source yang dikembangkan dengan biaya rendah, berkat penggunaan cip yang lebih efisien. Model ini kini menjadi pesaing serius bagi dominasi teknologi kecerdasan buatan dari negara-negara Barat, yang selama ini mendominasi pasar global.