Ketua Umum Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Dr. Andik Matulessy, M.Si, Psikolog, mengingatkan bahwa membagikan masalah kesehatan mental di media sosial bisa menimbulkan berbagai risiko yang tidak terduga. Dalam era digital yang serba terbuka ini, banyak orang yang merasa bahwa membagikan pengalaman atau perasaan mereka secara terbuka di platform seperti Instagram, Twitter, atau TikTok bisa menjadi cara untuk mencari dukungan. Namun, Dr. Andik mengungkapkan bahwa hal ini bisa berisiko bagi kesejahteraan mental mereka.
Salah satu masalah yang perlu diwaspadai adalah praktik self-diagnosis. Banyak orang yang mencoba mendiagnosis masalah mental mereka sendiri dengan mencari informasi di internet atau mengikuti tes psikologis online yang seringkali tidak akurat. Dr. Andik menegaskan bahwa self-diagnosis adalah langkah yang sangat berbahaya dan bisa memperburuk kondisi seseorang. Masalah kesehatan mental memerlukan penanganan yang tepat dari profesional yang terlatih, bukan hanya berdasarkan informasi yang didapatkan secara sembarangan.
Di sisi lain, berbagi masalah mental di media sosial juga membawa dampak yang tidak bisa diremehkan. Ketika seseorang mengungkapkan masalah pribadi mereka secara terbuka, mereka harus siap untuk menerima berbagai respons, termasuk komentar negatif yang bisa membuat mereka merasa lebih buruk. Bahkan, tidak jarang ada komentar yang meremehkan atau tidak sensitif terhadap kondisi psikologis seseorang.
Dr. Andik menyarankan agar generasi muda lebih memilih untuk berkomunikasi langsung dengan orang-orang terdekat mereka, seperti teman atau keluarga, untuk membahas masalah mental yang mereka hadapi. Melalui percakapan yang lebih intim dan pribadi, mereka bisa merasa lebih didengar dan dipahami tanpa khawatir akan dampak negatif yang bisa datang dari dunia maya. Mengungkapkan masalah secara langsung dan dengan dukungan profesional dapat menjadi langkah yang lebih aman dan efektif dalam mengatasi tantangan kesehatan mental.