Pentingnya sinergi antara riset kampus dan kebutuhan industri semakin ditekankan dalam upaya menjadikan hasil riset lebih bermanfaat dan terkomersialisasi. Eddi Danusaputro, CEO BNI Ventures dan co-founder program MIT REAP Indonesia, mengungkapkan bahwa meski banyak riset berkualitas dari kampus-kampus terkemuka seperti UGM dan ITB, banyak riset tersebut yang berakhir hanya sampai pada prototipe, tanpa dapat berkembang menjadi produk yang siap dipasarkan.
Masalah utama yang dihadapi riset di Indonesia adalah keterbatasan dana, yang seringkali hanya cukup untuk menghasilkan prototipe atau publikasi ilmiah. Eddi juga menyoroti rendahnya anggaran riset di Indonesia, yang bahkan berada di antara yang terendah di dunia, jika dibandingkan dengan negara-negara seperti China dan Korea Selatan. Selain itu, ketidaksesuaian antara riset yang dilakukan dan kebutuhan industri menjadi hambatan lain. Oleh karena itu, penting untuk memastikan adanya keselarasan antara riset dan permintaan pasar agar produk inovatif yang dihasilkan dapat dipasarkan dengan baik.
Dalam pandangan investor, bidang yang kini paling dilirik adalah deep tech. Deep tech merupakan teknologi yang berbasis riset sains mendalam dan berpotensi memberikan dampak signifikan bagi masyarakat. Eddi menilai bahwa di tengah stagnasi aplikasi digital, deep tech menjadi sektor yang menjanjikan, karena memiliki potensi disruptif yang tinggi.
Untuk itu, MIT REAP hadir sebagai platform yang mengintegrasikan ekosistem riset dan industri, dengan melibatkan lima pilar utama: pemerintah, modal ventura, wirausahawan, akademisi, dan industri. Melalui kolaborasi yang kuat antara pilar-pilar ini, diharapkan riset tidak hanya berhenti pada tahap pengembangan, tetapi dapat dijadikan produk yang siap dipasarkan. Eddi juga menekankan pentingnya pengembangan dana riset dari berbagai sumber, termasuk Corporate Venture Capital (CVC) dan Foreign Direct Investment (FDI), untuk mendukung ekosistem riset yang berkelanjutan.
Dengan adanya ekosistem yang terpadu dan pendanaan yang memadai, hasil riset akan lebih mudah mencapai tahap komersialisasi. Eddi pun mengusulkan pembentukan “Innovation Fund” untuk mendorong proyek-proyek deep tech menuju pasar. Dana ini dapat bersumber dari berbagai pihak, seperti angel investors, venture capital, dan perusahaan swasta. Selain itu, skema Public-Private Partnership (PPP) juga dapat menjadi alat strategis untuk menarik lebih banyak investasi.
Eddi menyambut positif langkah pemerintah yang memisahkan fungsi sains dan riset dalam kementerian sendiri serta meningkatkan kolaborasi dengan sektor swasta. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat perkembangan ekosistem inovasi di Indonesia, sehingga riset-riset yang dihasilkan dapat membawa dampak yang lebih besar bagi perekonomian dan teknologi tanah air.