Media sosial kini menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari generasi muda, memberikan hiburan dan manfaat lainnya. Namun, di balik semua itu, media sosial juga menghadirkan tekanan besar, terutama terkait dengan pencapaian kesuksesan. Psikolog Pendidikan, Karina Adistiana, menyebutkan bahwa kecemasan sering kali muncul di kalangan anak muda yang merasa belum mencapai kesuksesan, meskipun baru lulus beberapa bulan. Rasa cemas ini semakin diperburuk ketika mereka melihat teman-temannya sudah mendapatkan pekerjaan, sementara mereka masih menganggur.
Kondisi ini semakin tertekan ketika melihat unggahan di media sosial yang memperlihatkan pencapaian teman sebaya atau orang lain, seperti mendapatkan pekerjaan impian, memperoleh penghasilan besar, atau menikmati gaya hidup mewah. Karina menjelaskan, banyak orang yang tanpa ragu membagikan pencapaian mereka di media sosial, seperti pertama kali mendapat pekerjaan dengan gaji tinggi, meskipun baru bekerja sebentar. Hal ini menciptakan tekanan di kalangan anak muda untuk membuktikan kesuksesan mereka melalui materi dan pencapaian yang terlihat.
Tekanan sosial ini juga diperburuk oleh para influencer muda yang sering kali “flexing” atau memamerkan kekayaan mereka, seperti rumah, mobil mewah, atau perjalanan ke luar negeri, yang membuat generasi muda merasa mereka harus mencapai kesuksesan serupa pada usia muda. Namun, Karina menekankan bahwa cerita yang dibagikan di media sosial sering kali hanya menampilkan sisi positif, tanpa menunjukkan perjuangan atau faktor lain seperti privilese yang ada di balik kesuksesan tersebut. Misalnya, anak yang mendapatkan pekerjaan atau jabatan tinggi berkat bantuan orangtuanya, yang tidak terlihat oleh banyak orang.
Selain mempengaruhi pandangan tentang kesuksesan, media sosial juga membentuk ekspektasi tentang gaya hidup. Banyak konten yang memperlihatkan kehidupan mewah di kota besar dengan biaya tinggi, seperti tinggal di kos-kosan mahal, nongkrong di kafe berkelas, atau membeli barang bermerek. Semua ini menciptakan tekanan bagi generasi muda untuk menyesuaikan gaya hidup mereka agar mendapatkan pengakuan sosial. Karina menegaskan bahwa tuntutan gaya hidup yang dipamerkan di media sosial semakin memperberat tekanan untuk meraih penghasilan tinggi dan mengamankan gaya hidup tersebut.