PT Pertamina (Persero) kembali menunjukkan inovasi terbarunya dengan mengubah minyak jelantah atau minyak goreng bekas menjadi bahan bakar penerbangan ramah lingkungan, yaitu Sustainable Aviation Fuel (SAF). Indonesia, yang memiliki potensi minyak jelantah terbesar di dunia, diperkirakan dapat menghasilkan 1-3 juta ton minyak jelantah per tahun, yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan SAF. Oki Muraza, SVP Research & Technology Innovation Pertamina, mengungkapkan bahwa Indonesia, dengan kekayaan keanekaragaman hayati dan minyak nabati yang melimpah, berupaya mengolah minyak jelantah tersebut menjadi bahan bakar ramah lingkungan.
Dalam proses pembuatan SAF ini, Pertamina menggunakan teknologi Hydro-processed Esters and Fatty Acids (HEFA), serta dua teknologi lainnya, yaitu hidrogenasi dan isomerisasi, untuk mengubah minyak jelantah menjadi bahan bakar yang dapat digunakan dalam penerbangan. Oki juga menambahkan bahwa hasil uji coba di laboratorium Pertamina di Pulo Gadung, Jakarta Timur, menunjukkan hasil yang sangat baik dengan salah satu yield tertinggi di dunia.
Ke depan, Pertamina menargetkan untuk memproduksi SAF secara masif di Kilang Cilacap, Jawa Tengah, dengan harapan produksi dapat dimulai pada kuartal pertama 2025. Program ini merupakan bagian dari upaya Pertamina untuk mendukung pengembangan energi terbarukan dan pengurangan emisi karbon.
Sebagai bagian dari inisiatif ini, Pertamina melalui PT Pertamina Patra Niaga meluncurkan program Green Movement UCO pada 21 Desember 2024. Program ini bertujuan untuk mengumpulkan minyak jelantah di beberapa SPBU dan rumah sakit IHC di Jabodetabek dan Bandung. Minyak jelantah yang terkumpul akan dibeli dan dimanfaatkan untuk produksi biofuel. Program ini juga memberikan insentif bagi masyarakat yang berpartisipasi, berupa saldo e-wallet dan tambahan e-voucher. Ke depan, Pertamina berharap program ini dapat diperluas ke lebih banyak lokasi di Indonesia.
Melalui inisiatif ini, Pertamina berharap dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mendaur ulang minyak jelantah sekaligus mendukung upaya global untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, serta mengurangi emisi hingga 84% dibandingkan bahan bakar jet konvensional.